Hujan buatku adalah sesuatu yang mengagumkan. Dia mampu membuat orang terdiam, terhenyak di tempatnya, hanya untuk mengamati rinai hujan yang membasahi bumi, mendengarkan rintik yang menubruk atap, atau mencium aroma hujan yang menenangkan. Hujan juga mampu menjawab banyak pertanyaan, dalam diam, saat rintik yang mengalun menjadi harmoni, tanpa perlu banyak kata, tanpa perlu menggurui. Hujan juga mampu membuat tiap orang, dari anak hingga tua, merasa gembira meski pakaiannya basah kuyup.

Buatku kamu adalah hujan untukku. Lembut saat bulir-bulir air turun menjumpai bumi yang haus, hangat ketika mulai membasahi jalan yang panas berdebu, menenangkan saat Petrichor terhidup dalam hidung kita. Saat hujan hadir ia menenangkan, ketika telah berakhir maka menyisakan senang dan rasa rindu untuk kembali menemui hujan.

Aku ingin memilikimu hujan, meski aku tahu kau tidak hanya menenangkan dan memberi harapan untuk aku. Kamu hadir karena kau memberi kasih kepada semua orang. Kau begitu baik, lembut, mempesona. Kau hadir malu-malu layaknya hujan di penghujung kemarau. Menjadi harap di kala hati merasa kemarau tak berujung.

Mungkin hujan akan berakhir, tapi ia selalu meninggalkan pesan bahwa ia akan kembali. Tak mungkin aku memeluk dan memiliki tiap rinai yang turun. Tak perlu, karena hujan akan selalu hadir dan memberi rasa tenang tanpa perlu dan bisa dimiliki. Namun di tiap berakhirnya hujan, akan ada sinar mentari yang kembali terbit dengan jejak-jejak hujan yang tertinggal dan hanya untuk dikenang.(DPM)