Tangerang – Menarik mengikuti debat antara Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Anies Baswedan di Mata Najwa eksklusif semalam. Menghadapkan pak Ahok yang sedang sakit gigi dengan pak Anies yang terus memberikan umpan tapi tak tergigit. Saya memang bukan pengamat politik, hanya ingin menuliskan apa yang terlintas di kepala saat menyimak debat. Kadang ada untungnya juga jadi tunanetra, jadi penilaian kita tak dipengaruhi asumsi-asumsi awal akibat penampilan fisik seseorang seperti ras dan mimik, jadi tak terganggu stereo tipe.
Debat yang ditayangkan di Metro TV pada Senin malam 27 Maret mulai pukul 19:30 WIB ini bukan debat resmi KPU. Program Mata Najwa yang biasanya tayang Rabu malam, secar eksklusif dan live menghadirkan debat kandidat dengan format yang berbeda. Konon format ini mengikuti debat putaran ketiga di Pilpres Amerika Serikat lalu. Jadi lebih seperti dialog dan dua kandidat langsung membandingkan program yang sejenis. Mana yang lebih unggul akant erlihat dari penjelasan keduanya. Tiap kandidat juga diberiw aktu untuk pemaparan dan tanggapan atas pernyataan kandidat lainnya berkali-kali untuk topik yang sama dengan durasi yang seimbang sampai benar-benar gamblang.
Ditambah host Najwa Shihab atau mbak nana yang udah terkenal suka bikin politisi mati gaya atau keseleo sendiri dengan ucapannya. Debat ini jadi sangat “berkelas” karena arah diskusi langsung digiring ke esensi dan perbandingan program, bukan sekedar jual kata dan deklamasi seperti debat versi KPU yang kaku. Selain itu, topik yang dihadirkan juga yang selama ini jadi pembicaraan atau perdebatan antar pendukung di media. Seperti soal penggusuran atau penataan, DP rumah 0 persen VS rumah susun sewa, birokrasi yang kuat dan keterlibatan masyarakat, pembangunan infrastruktur atau SDM, soal KJP versus KJP plus, Jakarta Creative Hub vs Ok Oce, dll. Jadi para kandidat punya kesempatan lebih untuk mengklarifikasinya ke publik.
Menurut saya, inilah dua orang terbaik yang pantas menjadi calon gubernur Jakarta lima tahun ke depan. Pak Ahok punya segudang pengalaman dari mulai legislatif hingga eksekutif dari level bupati hingga gubernur. Sedang pak Anies juga berpengalaman dalam membuat gerakan masyarakat melalui Indonesia Mengajar, rektor universitas bergengsi, dan juga menteri di kementrian yang punya alokasi anggaran terbesar dari APBN. Mereka semua mampu memaparkan ide dan gagasannya dengan sangat baik. Program-program yang ditawarkan selalu punya diferensiasi satu dengan lainnya. Jadi siapapun yang terpilih, tentu yang paling diuntungkan adalah warga DKI Jakarta.
Dari sisi performa debat semalam, ada satu hal menarik yang saya tangkap. Sepanjang debat, pak Ahok menempatkan dirinya sebagai selayaknya petahana yang defensif sedang pak Anis sebagai penantang banyak melakukan jurus-jurus ofensif. Hal ini banyak terasa dengan sikap pak Ahok yang banyak tertawa kecil, mesam-mesem, dan hanya menanggapi berbagai serangan yang dilancarkan pak Anies. Kondisi ini semakin dramatis dengan keterangan pak Ahok yang mengatakan baru dari dokter gigi dan berulang kali batuk-batuk serta serak seperti kurang minum. Di sisi berlawanan pak Anies sudah tancap gas dari awal. nada bicaranya sangat kentara bahwa mantan rektor Universitas Paramadina itu sedang menyerang meski dengan kata-kata yang tetap santunseperti biasanya. Namun menurut saya sangat kentara ada kalimat-kalimat sinisme atas berbagai pernyataan pak Ahok yang agak sedikit keluar dari image pak Anies selama ini yang santun.
Secara objektif, apa yang dilakukan pak Ahok ini wajar. Karena image beliau selama ini yang sering jadi komplain masyarakat adalah sikapnya yang cenderung kasar, emosional, dan kata-kata yangk urang santun. Paa beberapa kesempatan, mantan bupati Belitung Timur ini mengatakan bahwa dia sudah berubah jadi Basuki yang mulai banyak mempelajari cara orang Jawa yang sopan dan tidak emosional. Wal-hasil selama debat pak Ahok menunjukkan hal tersebut dengan coba banyak tertawa dan sebisa mungkin menahan diri untuk tidak menyerang balik. Meski di akhir-akhir beliau melakukan sedikit counter attack juga ketika membahas program DP 0 persen dari Anies Sandi.
Sedangkan apa yang dilakukan pak Anies yang secara pendengaran saya terkesan sinisme, juga sangat wajar dilakukan oleh seorang penantang. Posisi ini sudah dia nyatakan juga dalam debat tersebut yang mengatakan bahwa pria kelahiran Kuningan Jawa Barat ini tak takut untuk mencopot pak Ahok sebagai gubernur lima tahun ke depan, saat ditanya Najwa mengenai ketegasan. Seorang penantang yang baik memang harus selalu mencari kesalahan dari incumbent atau petahana, sembari membuat terobosan yang jadi diferensiasi. Selain itu, sikap offensif pak Anies ini saya perkirakan sebagai upaya juga untuk memancing emosi pak Ahok yang biasanya meledak-ledak. Terbukti dengan ucapan pak Anies yang menganggap pak Ahok marah-marah ketika menanggapi soal sekian ratus triliun untuk beli rumah warga DKI. Padahal menurut pendengaran saya, nada bicara pak Ahok masih dalam kategori santai dan disertai tawa, yang bisa jadi tawa mengejek juga sih.
Overall, format debat semalam sangat menarik dan patut dicontoh oleh KPU nanti. Tiap kandidat sangat all out dalam memaparkan program untuk menjerat pemilih yang masih menimbang-nimbang pilihan. Terlebih lagi, lucu memperhatikan tingkah laku kedua kandidat. Dimana pak Anies terus memancing dengan umpan-umpan menggiurkan agar pak Ahok emosi, sedangkan yang dimaksud mesam-mesem saja tak terpancing yang bisa jadi karena faktor sedang sakit gigi juga. Sekali lagi, ini hanya dari hasil pendengaran saya ya. Mungkin berbeda dengan pengamatan kebanyakan orang yang sebelum dengar ucapannya, sudah keburu melihat siapa yang wajahnya oriental atau yang mana yang pakai peci. Jadi mohon maaf jika banyak kekeliruan.(DPM)