“Generasi muda, jangan berhenti berfikir karena Bung Hatta tak pernah berhenti berfikir”. Perkataan dari bu Muthia Hatta, putri Bung Hatta yang juga guru besar UI dan mantan mentri itu seakan tak mau hilang dari benakku. Perbincangan bersama beliau pada hari kedua di Forum Indonesia Muda (FIM) angkatan 14 (3 Mei 2013) di Cibubur yang menjadi pengobat rindu pada sosok Bung Hatta. Seorang patriot sejati yang selama ini menginspirasiku dan mungkin diharapkan kembali figurnya ada di pemimpin-pemimpin bangsa ini bagi mereka yang masih mengingatnya.
Bung Hatta adalah seorang patriot, bukan sekedar nasionalis. Jika seorang nasionalis akan melandasi berbagai kebijakan dan pemikirannya atas nama negara, maka seorang patriot menempatkan pemikirannya bermula dari rakyat yang bebas merdeka. Hal ini tercermin dari pemikiran beliau mengenai ekonomi kerakyatan. Bahwa perekonomian seluruhnya diusahakan untuk kepentingan rakyat. Sedangkan negara, harus menjadi pihak yang menjamin seluruh kekayaan alam ini akan digunakan untuk kepentingan rakyat. Sesuatu yang ternyata diingkari oleh generasi saat ini. Ketika kekayaan alam nusantara “dijual” kepada asing dan rakyat hanya diberi sisa-sisanya saja.
Meski begitu, Bung Hatta bukan seseorang yang antiasing. Ia menggagas Semen Gresik karena tahu bahwa bangsa yang baru ini akan perlu banyak membangun. Ia juga mendirikan Pupuk Sriwijaya karena fakta Indonesia adalah negeri agraris. Namun ia tak memungkiri bahwa negeri ini masih miskin profesional atau ahli yang mumpuni. Oleh karenanya tetap diperlukan orang asing memimpin perusahaan, dengan syarat melakukan transfer knowledge kepada profesional bumi putra. Proyeksinya, setelah beberapa tahun, maka keseluruhan jajaran direksi akan diambil alih oleh bumi putra yang mumpuni di bidangnya.
Sebuah keadaan, yang sayangnya kurang diteladani oleh bangsa Indonesia dewasa ini. Bagaimana banyak pucuk pimpinan perusahaan yang hanya dipegang oleh asing, sedangkan bumi putra hanya menjadi bawahan. Bahkan faktanya, dalam posisi yang sama, ada perbedaan gaji atau apresiasi yang mencolok antara pekerja asing dengan bumi putra. Padahal skill pekerja lokal terkadang lebih bagus daripada para orang asing itu. Hal ini yang disesalkan, bagaimana masih adanya mental bangsa bekas kolonial yang menganggap segala sesuatu yang berbau impor itu lebih bagus dibanding produk lokal.
Prinsip yang dipegangnya dalam pergerakan adalah bagaimana kualitas lebih penting dari kuantitas. Ketika melakukan perjuangan, ia tak pernah lupa untuk sekaligus melakukan regenerasi para kader dibanding sekedar agitasi politik untuk memperbanyak massa. Metode ini aku nilai efektif karena pergerakan memperjuangkan kemerdekaan bukan sesuatu yang dapat ditempuh singkat. Perlu waktu panjang dan perjuangan tak dapat terputus di satu atau dua figur saja. Hal ini terbukti saatBung Hatta dan Sutan Syahrir dibuang oleh pemerintah kolonial, Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) tak begitu saja mati. Strategi seperti inilah yang perlu dicontoh dalam organisasi dan upaya advokasi apapun.
Satu hal lain yang aku sangat suka dan ingin meneladaninya adalah Bung Hatta seorang konseptor yang luar biasa. Ia suka menulis ide dan gagasannya di koran. Ketika masih studi di Belanda ia menulis di majalah Indonesia Merdeka yang sebelumnya bernama Hindia Poetra. Selanjutnya ketika kembali di Indonesia, ia menyampaikan pendidikan politiknya dengan menulis di koran Daulat Rakyat. Ia pun dapat menyampaikan pemikirannya dalam pidato yang terkonsep baik meski tidak berapi-api seperti Ir Soekarno.
Aku ingin sekali meneladani sosok luar biasa yang bernama Muhammad Hatta. Sosok manusia setelah Rasulullah SAW yang begitu menginspirasi. Bagaimana aku ingin menjadi seorang penulis. Mampu menulis buku yang gagasannya dapat mempengaruhi dunia. Bagaimana aku ingin menjadi diplomat. Menerapkan politik bebas aktif yang diibaratkan seperti mendayung di antara dua karang dan saat ini pun masih dirasakan relevan. Semoga, suatu hari nanti, aku dapat melanjutkan belajar ke Eropa dan memulai sebuah perubahan bagi bangsaku dari perspektif seseorang yang berada jauh dari negeri asalnya. Aku tak ingin berhenti berfikir. Berfikir untuk bangsaku dan aku.(DPM)
Betul-betul. Jadi kalo bukan generasi muda yang berfikir…… Siapa lagi kan?:D Kita penerus bangsa tercinta ini.
Manusia tentu diciptakan untuk berfikir 🙂 Great ^^ bolehlah singgah ke saya ^^
setuju. karena tantangan ke depan makin kompleks dan bias. perlu pemikiran mendalam untuk melihat lebih jernih 🙂
karena yang hanya duduk diam itu cuma batu, dan yang bergerak tanpa prinsip mengikuti arus cuma …. yang mengambang di atas arus sungai 😀
Berfikir itu membawa kemajuan jika berfikir secara tepat, jelas dan bermanfaat untuk orang lain ^^
yup, dan itu jadi tanggung jawab generasi muda. malu jadi pemuda jika hanya untuk kenikmatan diri sendiri yang difikirkannya. semangat! 🙂
Betul mas … generasi muda adalah penerus cita2 bangsa…. semangatt…
Berpikir adalah salah satu hal yang kusukai, dan menulis adalah cara untuk menyampaikannya. 🙂
yes, memang harus begitu gan. Seperti kata Rene Descartes, I'm thinking therefore I am 🙂
waaah seru. keren nih
aamiin. thanks ya sudah berkunjung 🙂