Jakarta – Pertama kali mengisi acara sharing motivasi untuk adik-adik SMA yang diselenggarakan oleh sebuah bimbel. Tema untuk acara talkshow dalam rangka bakti sosial Exist pada Minggu, 22 Februari 2015 di Yayasan Sayap Ibu itu adalah “Generasi Muda Sukses Mulia in Action”. Exist sendiri adalah nama dari bimbel yang menyelenggarakan kependekan dari Excelent Institute.
Saat mendengar kata Sukses Mulia, langsung teringat dengan jargon dari pak Jamil Azzaini, motivator Sukses Mulia, yang pernah sharing saat pelatihan Forum Indonesia Muda 14C di Mei 2013 lalu. Tapi visi tersebut juga dipakai dan diaplikasikan oleh Edwin Nofsan Naufal, atau ka Edwin, mantan ketua BEM Universitas Indonesia periode 2008 yang juga pemilik dari bimbel Exist.
Ceritanya aku diundang oleh Ka Edwin di akhir 2014 lalu untuk mengisi acara baksos rutin yang diadakan bimbel miliknya di Yayasan Sayap Ibu cabang Bintaro. Itu adalah sebuah yayasan yang menampung dan merawat anak-anak berkebutuhan khusus yang dibuang oleh orang tuanya. Namun audience sharing bukan ke anak-anak tersebut, tapi ke para siswa bimbel Exist yang jumlahnya sekitar 50 orang. Tujuan dipilihnya tempat tersebut adalah agar para siswa dapat lebih bersyukur atas nikmat yang didapatkan dan mampu mengoptimalkan keberuntungan yang dimiliki agar dapat bermanfaat untuk sesama. Seperti tema yang diambil untuk acara tersebut yaitu membentuk generasi muda yang tak hanya sukses, tapi punya perilaku yang mulia.
Saat talkshow, aku hanya menyampaikan pengalaman saat sekolah hingga kuliah. Mengenai bagaimana cara seorang dengan keterbatasan penglihatan menjalani proses pendidikan dan solusi-solusi serta trik dalam belajar hingga saat ini. Salah satunya yang aku sampaikan adalah metode belajar yang aku terapkan untuk menghadapi ujian. Karena aku tak dapat membaca buku awas secara langsung, alternatif yang ada yaitu menggunakan buku bicara atau audiobook berupa kaset yang masih digunakan saat aku duduk di bangku SMP dan SMA.
Aku ingin mengajak para siswa tersebut lebih dapat mengoptimalkan diri mereka dengan menjelaskan perjuangan ekstra yang harus aku lakukan untuk dapat ikut berprestasi juga seperti siswa yang lain. Sebab selama sekolah, aku tidak pernah belajar di SLB, melainkan sekolah umum reguler, bersama siswa-siswa lainnya yang tidak berekbutuhan khusus. Misal untuk membaca satu buku, tidak seperti siswa pada umumnya yang cukup membolak-balik lembaran buku saja, sedangkan aku harus mendengarkan sekitar 10 sampai 20 kaset untuk satu buku pelajaran. Begitu pula saat liburan semester, aku pakai waktu itu untuk mendengarkan lagi kaset-kaset pelajaran dari awal hingga akhir untuk refresh memori lagi khususnya menjelang semester terakhir dimana ada Ujian Nasional. Intinya bahwa keterbatasan itu bukan jadi penghalang untuk berprestasi. Keterbatasan harus dicari solusinya, dan berharap para siswa bimbel dapat pula mengatasi keterbatasan yang ada dalam dirinya, apapun itu.
Ada sedikit momen emosional ketika sharing tersebut. Sebelumnya, aku diceritakan ka Edwin mengenai profil Yayasan Sayap Ibu Bintaro ini. Menurut beliau, anak-anak yang ada di sini adalah mereka yang mengalami disabilitas atau berkebutuhan khusus dan sudah dibuang oleh keluarganya. Bahkan ada yang saat dibawa ke yayasan tersebut ditemukan oleh warga sudah dikerumuni semut di sebuah pekuburan. Mereka yang ditampung ada yang Hydrocefalus, Cerebral Palsy, down sindrom, dst. Sungguh aku ‘marah’ dengan hal tersebut. Khususnya pada orang tua yang hanya karena keterbatasan ekonomi atau memiliki anak yang kurang sempurna secara fisik, lalu merasa malu lantas dibuang begitu saja. Padahal Allah SWT yang mahasempurna, tak mungkin menciptakan makhluknya secara tidak sempurna. Tinggal bagaimana kita mau bersyukur dan memandang ‘kesempurnaan’ itu sendiri. Maka dari itu, aku berharap kepada para generasi muda sukses mulia ini, agar memeliki kesadaran bahwa kita hidup dalam masyarakat yang beraneka-ragam, dan seyogyanya saling melengkapi dengan berbagai potensi yang ada tersebut.
Agak out of topic, ka Edwin ini salah satu orang yang aku kagumi yang salah satunya karena beliau ini pernah jadi ketua BEM UI, organisasi yang aku juga pernah di dalamnya meski beda periode yaitu di 2010. Dapat dikatakan sebelum ini kami belum pernah interaksi langsung, aku hanya pernah sama-sama jadi pembicara dalam acara yang diadakan oleh Pusgerak BEM UI periode 2010, yang waktu itu jika tak salah nama acaranya Youth Speak. Aku masih ingat beliau dan materi yang disampaikan saat itu, tapi mungkin ka Edwin yang tak ingat aku. Tapi senang ketika diundang untuk sharing dalam kegiatan bimbel Exist dan dapat ngobrol lebih jauh dengan ka Edwin.
Menurutku, ka Edwin ini agak berbeda dengan para mantan ketua BEM atau petinggi organisasi mahasiswa di UI lainnya. Biasanya, sekaliber ketua BEM UI tak jauh karir pasca kampusnya yaitu di bidang politik atau akan terlibat di pemerintahan. Tapi mungkin karena latar belakang beliau yang dari Psikologi, membuatnya agak berbeda. Saat ini, ka Edwin bersama istrinya yang juga alumni Psykologi UI, mengelola bimbel Exist dan sudah memiliki beberapa cabang di Jakarta dan Tangerang. Menurut ka Edwin, dia seperti merasa memperoleh ekosistem yang tepat untuk dirinya. Yaitu dengan mengajar sekaligus memasukkan visi dalam hidupnya yaitu membentuk generasi sukses mulia. Dapat dikatakan mirip dengan apa yang dilakukan selama organisasi yaitu memimpin sekaligus mendidik para kader. Di bimbel tersebut beliau juga dapat membentuk kader-kader generasi muda yang akan membangun Indonesia, bukan hanya dengan otak, tapi juga hati.
Aku setuju dengan beliau bahwa pekerjaan yang paling membahagiakan adalah di bidang yang disukai. Selain memperoleh sumber mata pencarian, dalam hal ini ka Edwin juga dapat menerapkan idealisme beliau yang dibawa semasa menjadi pemimpin mahasiswa di kampus. Hal ini makin menyadarkan bahwa mimpi atau cita-cita itu tak perlu yang muluk-muluk, tapi harus konkrit dan sedapat mungkin menyenangkan untuk dijalani.
Mungkin yang aku intepretasi dari sekelumit bincang-bincang dengan ka Edwin di atas kurang tepat, tapi setidaknya itu yang aku dapat pahami. Sungguh aku selalu bersyukur apabila diundang untuk berbagi dalam sebuah acara. Karena bukan aku yang banyak mengajarkan, tapi sering kali aku yang banyak belajar dari pembicara lain atau audience yang mengikutinya. Aku juga berharap suatu saat dapat menjalankan apa yang seperti dinikmati oleh ka Edwin. Sesuatu yang dapat jadi tumpuan hidup, tapi tetap bermanfaat untuk banyak orang dan membahagiakan untuk dijalankan. Apalagi jika dijalankan bersama teman hidup yang punya satu visi dan mendukung sepenuhnya, maka nikmat tuhan apalagi yang kau dustakan. Terima kasih untuk ka Edwin, terima kasih untuk siswa bimbel Excellent Institute, semoga bimbel Exist makin eksis dan membentuk lebih banyak generasi muda sukses mulia.(DPM)