Jangan Sekolah jika tak Punya Uang

Pendidikan merupakan sesuatu yang teramat penting bagi manusia. Pemerintah sebagai organisasi yang mengatur negara, wajib mengayomi kebutuhan warga negaranya termasuk kebutuhan dasar. Oleh karena itu, pemerintah harus mencukupi kebutuhan akan pendidikan warganegaranya, yang salah satunya dengan membebaskan biaya pendidikan itu sendiri. Di Inggris dan negara maju lainnya, biaya untuk program pendidikan dasar sudah dibebaskan. Mereka sangat perhatian akan hal tersebut. Mereka sadar, bahwa kualitas sumber daya manusia yang baik, akan menentukan nasib bangsa. Pemerintah kita sudah membuat banyak perundangan dan langkah-langkah kongkrit dalam meningkatkan mutu pendidikan, di antaranya dengan anggaran pendidikan 20%. Akan tetapi korupsi yang masih terjadi, terus membuat tidak sampainya anggaran tersebut pada institusi pendidikan. Sehingga bisa dikatakan, orang tak bisa sekolah jika tak ada uang yang disebabkan masih tingginya biaya pendidikan layak.

(Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Kata-kata tersebut adalah pepatah yang sering sekali kita dengar jika menggambarkan ilmu yang harus didapat oleh seseorang. Seseorang tidak boleh hanya berpuas diri dengan ilmu yang telah ia dapat, tapi harus mencari dan menggali terus ilmu itu. Karena di atas langit masih ada langit, dan begitu pula ilmu yang tak akan pernah cukup bagi manusia. Tapi mungkin pepatah itu jika diartikan secara harfiah, agak kurang relevan dengan keadaan saat ini. Untuk saat ini, pendidikan terbaik yang dipilih banyak orang adalah belajar ke Inggris. Tiap tahunnya, Lebih dari 500.000 mahasiswa dari Inggris dan seluruh dunia mengambil program pasca sarjana di negeri Ratu Elisabeth itu. Banyak alas an mengapa mereka memilih pendidikan di Inggris. Selain karena mutu yang sudah diakui di dunia, biaya pendidikan di Inggris juga relative lebih murah daripada negara-negara barat lainnya seperti Jerman dan Perancis . Dalam tulisan ini, kita akan melihat perbandingan antara system pendidikan yang digunakan dalam negara kita, dengan apa yang ada di Inggris. Kita akan membandingkan, bagaimana pendidikan di Indonesia yang masih “membayar” dengan pendidikan di Inggris yang dibiyai sepenuhnya oleh pemerintah. Selain itu, akan disinggung juga ironi antara tujuan dasar negeri ini yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”, dengan kenyataan yang ada di lapangan. Kewajiban mencerdaskan bangsa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah, tapi ditanggung hamper sepenuhnya oleh warga negara. Seperti judul dalam tulisan ini “Jangan sekolah jika tak ada uang”, akan menjadi kenyataan jika pembiayaan pendidikan tidak ditanggung sepenuhnya oleh pemerintah. Tidak peduli orang tersebut mau dari kalangan kaya atau miskin, kewajiban untuk mencerdaskan warga negara adalah tugas pemerintah. Jika itu sebagai alas an, lihatlah Inggris atau negara eropa lainnya yang telah membebaskan biaya untuk pendidikan. Bukankah standard hidup mereka lebih tinggi dengan di Indonesia. Oleh karena itu, pendidikan gratis bukan hal yang patut ditawar lagi, tapi sudah merupakan keharusan bagi tiap orang merdeka.

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan . Kata pendidikan itu bukan merupakan istilah yang asing lagi ditelinga kita. Istilah ini terasa penting bermula sejak zaman pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ditandai dengan berdirinya organisasi pertama Budi Utomo (BO), pendidikan sangat berperan penting dalam usaha pengwujudan kemerdekaan Indonesia. Van De Venter (seorang anggota parlemen Belanda), pada akhir abad ke 19 mengusulkan kepada pemerintah colonial Belanda agar menerapkan politik etis. Ini adalah kebijakan balas budi setelah masyarakat Belanda sadar akan kontribusi besar penderitaan rakyat nusantara untuk kemakmuran negeri mereka. Politik etis itu terdiri dari tiga elemen penting, yaitu Transmigrasi, Irigasi, dan Edukasi. Dari kesemua elemen tersebut, pada intinya hanyalah sebagai usaha penguntungan bagi Belanda sendiri. Seperti transmigrasi, program ini digunakan pemerintah colonial Hindia Belanda untuk mendistribusikan tenaga kerja dari Pulau Jawa yang berlebih ke pulau yang kurang tenaga kerja. Sehingga dapat menjadi tenaga kerja di perkebunan-perkebunan yang baru dibuka oleh pemerintah baik di Pulau Sumatra atau Kalimantan. Untuk irigasi, system pengairan ini juga merupakan usaha untuk memaksimalkan hasil pertanian rakyat yang kemudian akan diambil oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda sendiri. Tapi dari semua “penipuan” itu, ada satu elemen yang paling tidak menguntungkan bagi rakyat Indonesia yaitu edukasi. Dengan edukasi atau pendidikan, telah lahir pemuda-pemuda kaum intelektual dari bangsa kita sendiri. Mereka ini adalah anak-anak orang pribomi elit yang cukup beruntung karena orang tua mereka memiliki jabatan dan bisa sekolah di sekolah Belanda. Pada awalnya, pemerintah colonial Hindia Belanda bermaksud untuk membentuk pegawai-pegawai rendahan berkualitas tapi mau dibayar murah dari elemen edukasi ini. Tapi pemuda Indonesia yang berfikiran progresif dan terpengaruh dengan idiologi liberalisme barat, merasa bahwa suatu bangsa harus menentukan nasib mereka sendiri, bukan ditentukan atau dijajah oleh bangsa lain. Oleh karena itu, terbentuklah organisasi-organisasi pergerakan yang memiliki satu misi, yaitu Indonesia merdeka.

Baca juga:  Teknologi Bagi Tunanetra

Pada masa penjajahan, kesempatan untuk memperoleh pendidikan sangat sulit. Diskriminasi besar-besaran diterapkan oleh pemerintah colonial Belanda. Mereka menerapkan system dualisme, atau pembedaan antara pendidikan yang didapat oleh anak-anak keturunan Eropa dengan anak-anak pribumi. Tapi dikalangan anak-anak pribumi pun masih terdapat diskriminasi. Hanya dari kalangan pribumi kelas atas atau bangsawan saja yang berhak atas pendidikan itu. Anak-anak pribumi dari masyarakat bawah atau miskin tidak memiliki hak sama sekali. Tapi pemuda Indonesia yang tergugah hatinya, dengan sukarela membuka sekolah-sekolah rakyat yang tanpa memungut bayaran bagi anak-anak pribumi kalangan bawah. Sebagai contoh adalah perguruan taman siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara. Sekolah tersebut tidak memungut biaya dan menerima semua siswa tak peduli dari kalangan mana mereka berasal.

Kini di era kemerdekaan, keadaan pendidikan sudah berubah dari pendidikan kolonial, menjadi pendidikan nasional. Tapi pada kenyataannya, sekolah-sekolah nasional ini keadaannya masih sangat memprihatinkan. Selain fasilitas yang masih sangat minim, biaya untuk pendidikan juga masih dikenakan. Hal ini sangat ironis dengan keadaan saat masa pergerakan yang malah tidak memungut biaya. Pemerintah kita seharusnya memenuhi kebutuhan pendidikan ini dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai pemerintahan kita yang terdiri dari bangsa kita sendiri ini, menjadi seperti pemerintah colonial Belanda. Terjadi diskriminasi antara siswa kaya dan miskin. Sekolah-sekolah berkualitas tinggi hanya bisa diikuti oleh siswa mampu, sedangkan yang miskin hanya mendapat swkolah tidak berkualitas atau bahkan tidak mampu sekolah, karena yang tidak berkualitas itu pun tidak terjangkau oleh kemampuan ekonomi mereka. Sekarang sudah banyak terdapat sekolah-sekolah negeri yang cukup berkualitas, tapi sekolah-sekolah tersebut masih meminta biaya dari murid, padahal seharusnya pemerintah yang menanggung semua biaya bagi pendidikan warga negaranya. Jika ingin diseledik, sebenarnya pemerintah telah melanggar peraturan yang paling mendasar dari republik ini yaitu pembukaan Undang-undang Dasar RI 1945.

Kemudiaan dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahaan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan social, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada ketuhanan yang maha esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.(Pembukaan UUD RI tahun 1945 alinea keempat)

Pada potongan teks pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 tersebut di atas, ada kumpulan kata yang diberi garis bawah yaitu “Mencerdaskan kehidupan bangsa”. Dari pernyataan tersebut, sudah jelas merupakan kewajiban pemerintahlah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi bukan orang tua yang wajib sepenuhnya membiayai kebutuhan pelajar. Tapi keadaan ini terbalik. Orang tua murid yang membiayai semua kebutuh siswa, dari uang gedung, iuran bulanan, buku-buku, seragam, dan lain-lain. Sedangkan pemerintah, hanya menyusibsidi seperlunya.

Dalam konstitusi kita, sudah tersebutkan bahwa pemerintah memang harus menyelenggarakan pendidikan secara gratis. Tanpa memandang status ekonomi, kedaerahan, suku, agama, dan lain-lain. Di bawah ini adalah peraturan yang mengisyaratkannya.

1. Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM).
Pasal 26
(1) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan, pendidikan harus gratis setidaknya untuk tingkat sekolah rendah dan pendidikan dasar.
2. Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 31
ayat (2) Setiap warganegara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Ayat (4) pemerintah dan DPR wajib memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN dan APBD.
3. Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
pasal 34
dijelaskan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
4. Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional.
pasal 34
ayat (2) pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya
pendidikan dasar tanpa memungut biaya.

Baca juga:  The Infringement of Gricean Maxims In Nasreddin’s Stories

Sudah jelas dari semua perundangan tersebut, jika pendidikan harus gratis minimal pendidikan dasar. Pendidikan dasar di Indonesia terlihat dari adanya program wajib belajar Sembilan tahun yang setara dengan Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Tak ada alas an bagi pemerintah untuk tidak membebaskan biaya pendidikan dasar. Bahkan dengan undang-undang yang menyatakan bahwa anggaran untuk pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, terasa sangat cukup untuk membebaskan biaya pendidikan jika direalisasikan. Pendidikan harus benar-benar diprioritaskan. Karena jika suatu bangsa merupakan bangsa yang terdidik, maka akan tinggi nilai sumber daya manusianya, dan tak akan menjadi bangsa yang tertinggal.

Saat ini, pemerintah sudah mengusahakan hal tersebut dengan adanya program “BOS” atau biaya operasional sekolah. Tiap siswa diberi jatah biaya pendidikan, sehingga tidak perlu lagi membayar uang bulanan atau SPP. Tapi sayangnya, program tersebut baru direalisasikan di Sekolah Dasar dan masih banyak penyimpangan. Memang uang bayaran bulanan atau SPP sudah ditiadakan, tetapi sekolah dan komite sekolah malah meminta sumbangan ini itu dengan dalih sumbangan pendidikan. Ironisnya, komite sekolah yang merupakan perkumpulan orang tua siswa dan bertugas membantu pembelajaran siswa dengan segala sumber daya yang mereka miliki, malah bekerjasama dengan sekolah yang kemudian semakin memberatkan orang tua yang kurang mampu. Selain adanya “sumbangan pendidikan”, orang tua siswa juga masih diberatkan dengan biaya buku cetak yang harus mereka beli. Buku tiap tahun selalu berganti-ganti, sehingga para siswa tidak bisa memanfaatkan buku bekas kakak kelas mereka. Guru-guru pun tidak berusaha mengeliminir masalah ini, bahkan mereka seakan tidak peduli dan tetap menggunakan buku-buku baru dari penerbit yang berbeda-beda tiap tahunnya.

Sistem pendidikan di negara kita ini, sudah banyak mengadopsi dari berbagai negara. Tiap tahun, system kurikulum terus diperbaiki. Terlihat dalam waktu dua tahun, kurikulum bisa berubah. Seperti pada tahun 2004, kurikulum dinamakan kurikulum berbasis kompetensi atau yang sering disebut KBK. Maksudnya adalah, kurikulum yang mengharapkan siswa mampu untuk kompeten di salah satu atau berbagai mata pelajaran. Lalu pada tahun 2006, dikenalkan system kurikulum baru yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP. Satuan pendidikan di sini adalah sekolah itu sendiri. Sekolah oleh Departemen Pendidikan diberi standar dasar kompetensi yang harus diajarkan, kemudian untuk silabus dan model pengajaran, diserahkan kepada sekolah untuk pengembangannya .

Lalu system yang berlaku di Indonesia ini, akan kita bandingkan dengan yang ada di Inggris. Tahun ajaran berlangsung dari akhir September sampai akhir Juli dengan 2 bulan libur selama musim panas. Pendidikan wajib di Inggris terdiri dari Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah. Setelah itu, ada pendidikan pilihan yang terdiri dari Sekolah Menengah Atas, Universitas, dan Program Pasca Sarjana. Pendidikan wajib di Inggris dimulai dari usia 5 tahun dengan sekolah dasar. Siswa naik dari kelas 1 sampai 6 tanpa ujian, meskipun kemampuan mereka diuji di usia 7 tahun. Penekanan ada pada belajar secara praktikal dibandingkan menghafal. Siswa belajar mata pelajaran inti seperti Inggris, matematika dan sains, juga pelajaran dasar seperti sejarah, geografi, musik, seni dan olahraga. Setelah itu, siswa memulai sekolah menengah pada usia 11 tahun, dimana menjadi kewajiban untuk lima tahun berikutnya. Di setiap jenjangnya, siswa memperdalam pengetahuan mereka pada mata pelajaran inti dan ditambah setidaknya 1 bahasa asing. Di tahun ke-4, mereka mulai bersiap untuk mengikuti ujian-ujian yang disebut General Certificate of Secondary Education atau GCSE. Siswa akan diuji di 9 atau 10 topik GCSE yang mereka pilih. Setelah menyelesaikan ujian GCSE, siswa sekolah menengah dapat meninggalkan sekolah untuk bekerja, mengikuti program training di sekolah kejuruan atau teknik, atau melanjutkan 2 tahun lagi untuk menyiapkan diri bagi ujian masuk universitas, yang dikenal dengan “A-Levels.” Secara umum, siswa yang ingin masuk ke universitas akan belajar 3-4 subyek untuk ujian A-Levels. Ini kerap dilakukan di sekolah yang dinamakan Sixth Form Colleges. Makin tinggi nilai ujian A-Levels, makin baik peluang siswa untuk masuk ke universitas pilihannya. Ditingkat sarjana, siswa di Inggris dapat memilih jurusan “art” dan “sciences”. Program biasanya berlangsung selama tiga tahun dimana selama itu siswa menyelesaikan pelajaran dan tutorial di bidang masing-masing. Siswa yang akan lulus biasanya harus mengikuti ujian akhir. Syarat penerimaan bagi siswa internasional termasuk kefasihan bahasa Inggris (min IELTS 6.0), tambahan 1 tahun sekolah menengah, dikenal dengan University Foundation Year atau nilai A-Level. Pelajaran universitas dapat diteruskan ke tingkat pasca sarjana. Gelar pasca sarjana tradisional biasanya dibidang “Arts” (MA) atau “Sciences” (MSc). Gelar pasca sarjana yang makin populer adalah Masters in Business Administraion (MBA). Program Master berlangsung selama satu sampai dua tahun dan mengharuskan ujian dan tesis untuk syarat kelulusan. Bagi program tertentu, pengalaman dibidang riset dan bekerja dibutuhkan untuk mengikuti program doktoral, atau
PhD, yang dapat berlangsung selama empat atau lima tahun di sekoalh dan riset serta disertasi .

Baca juga:  Makna dan Sejarah Agama Islam

Dari system anggaran, Indonesia sudah “bercita-cita” untuk merealisasikan anggaran minimal 20% untuk biaya pendidikan di APBN. Anggaran ini dipergunakan untuk membiayai fasilitas dan infrastruktur yang bermanfaat bagi berjalan dan peningkatan mutu pendidikan. Mulai tahun 2004, anggaran untuk pendidikan dialokasikan sebesar 3,49%, persentase ini akan terus ditingkatkan hingga mencapai 20% pada tahun 2009 . Banyak pihak yang kecewa dengan berjalannya rencana ini. Realisasi anggaran 20% untuk pendidikan dinilai sangat lamban. Mutu pendidikan kita masih belum ada peningkatan yang siknifikan. Masih dikeluhkan banyak sekolah-sekolah baik negeri atau swasta dalam keadaan yang tidak layak. Keadaan ini pada akhirnya hanya akan merugikan siswa yang sedang belajar. Karena mereka merasa was-was jika sewaktu-waktu sekolah mereka runtuh. Hal ini sangat berbeda keadaannya di Inggris. PM Tony Blair dan counsellor Gordon Brown, pada tahun 2006 mengganggarkan 2002 Budget atau APBN-nya Inggris dengan banyak sorotan. Seperti layaknya hal yangserupa di berbagai negara, semua media massa menyoroti masalah kenaikan anggaran buat mereformasi NHS scheme (program Askes-nyaInggris) yang dianggarkan sampai 40-an billion pounds hingga 2007 . Anggaran tersebut, sebagian besar dialokasikan untuk biaya pendidikan di Inggris. Hal ini mengisyaratkan betapa perhatian pemerintah terhadap pendidikan. SDM adalah inti pemecah masalah suatu negara. Jika SDM di sana baik, maka semakin tinggi taraf hidup masyarakat dengan pendapatan perkapita yang semakin tinggi pula.

Di Indonesia, inti permasalahannya adalah kebocoran anggaran yang disebabkan oleh korupsi. Anggaran tersebut tidak sepenuhnya sampai kepada masyarakat. Biaya pendidikan terus dirasakan kurang, sehingga sekolah-sekolah tetap meminta iuran kepada orang tua murid. Pemerintah harus melaksanakan amanat anggaran 20% dengan konsekuen. Semua harus memiliki target, dan pada tahun 2009, pendidikan diharapkan sudah bisa gratis bagi semua warga negara tanpa terkecuali. Tak boleh ada pembedaan antara si kaya dan si miskin. Jangan seperti mengolok-olok si miskin dengan memberi bantuan dan beasiswa karena miskin. Tidak perlu pula memberikan bantuan langsung tunai. Setiap orang memiliki kemampuan intelektual masing-masing, jadi hargai itu dan berikan semua hak yang sama yaitu pendidikan gratis.

Bagi para guru dan pengajar, tengok lagi gelar anda sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Dedikasikan semua kemampuan dan ilmu untuk kemajuan bangsa. Jangan terpengaruh dengan besar kecilnya gaji, karena tugas anda adalah tugas mulia, dan pekerjaan yang dijalani dengan sepenuh hati dan penuh semangat, akan menghasilkan sesuatu yang maksimal pula. Para siswa dan orang tua murid, perjuangkan terus hak kita dalam memperoleh pendidikan. Setelah biaya pendidikan dibebaskan, manfaatkan itu sebaik-baiknya. Pergunakan semua untuk aktualisasi diri dan kegimalangan bangsa Indonesia di masa depan. Persaingan makin berat, dan tak ada kata terlambat untuk terus belajar. Jangan takut tidak sekolah jika tak ada uang, semua ada jalan, asal ada usaha yang disertai do’a.

8 Comments

  1. Semangat terus, dan teruslah menginspirasi para disabelitas terutama disabelitas netra.

    • hehe. ini tulisan sudah lama sekali mbak. tugas pas kuliah S1 atau pas masih SMA kalau ga salah. Terima kasih sudah berkunjung 🙂

  2. Keep working ,great job!

  3. Thanks for commenting.. keep visiting this site ok.

  4. ada oknum2 yang tak bertanggungjawab …
    kalo dibiarkan terus menerus
    apajadinya negara ini…
    semangtt 45!!!
    happy Blogging 🙂

  5. yup. bahkan setelah gaji guru ditingkatkan dan alokasi dana pendidikan juga baik, para oknum masih ada yang selalu merasa kurang dan "memeras" orang tua siswa

  6. Pendidikan di Indonesia itu salah satu ranahnya politisasi, "no free lunch"

    Katanya gratis, wajib belajar 9 tahun, tapi tetep aja pungutan mencekik, yang uang lks lah, uang bajulah, uang terobosanlah, uang tetek bengeklah

  7. agak menyedihkan ya. sepertinya meski negara sudah menjamin pendidikan wajib yang gratis, tapi para oknum di dunia pendidikan masih tidak rela tidak tiak mendapat uang tambahan meski gaji sudah besar ya 😀

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Trending DPM