Jakarta, 1 Ramadan 1436.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang mempertemukan kembali dengan bulan suci Ramadan. Bulan dimana Allah SWT berikan keberkahan, ampunan, dan kebaikan yang di atas segalanya dengan turunnya kitab suci Al-Qur’an. Di kala Ramadan menjelang, banyak di antara kita yang mengatakan atau sekedar update di social media bahwa ia merindukan kehadiran bulan suci tersebut. Namun, apakah benar kita merindukan Ramadan? Atau jangan-jangan hanya perasaan semu yang terbawa suasana?

Rindu, adalah perasaan dasar yang diberikan Allah di tiap hati manusia yang masih hidup. Rasa itu datang ketika sesuatu yang dirindukan itu berada jauh atau mungkin tak tahu entah dimana. Misal saat terpisah jarak dan waktu oleh orang yang kita cintai, maka di sana kita merasakan rindu. Rindu ingin bertemu, rindu ingin bercakap-cakap, atau sekedar rindu ingin mendengar tawa yang tulus. Apalagi Ramadan sebagai bulan yang penuh kebaikan. Manusia sebagai makhluk yang saat dilahirkan suci dan baik, tentu akan merindukan segala sesuatu yang suci dan baik pula.

Ramadan kali ini terasa berbeda. Rupanya Allah mengijabah sebagian dari do’aku dan dituliskan pula dalam salah satu post di blog ini bahwa semoga ada suasana baru di dua Ramadan berikutnya. Waktu itu, adalah Ramadan di tahun 2013 atau 1434H, dan tepat dua Ramadan itu adalah tahun ini. Mungkin karena bertepatan pula dengan menjelang usia ke-27, ada perubahan besar dari diriku. Ada proses pendewasaan yang dengan sendirinya datang seiring dengan keinginan untuk berkomitmen.

Ada terlintas pula bagaimana jika Ramadan ini adalah bulan puasa terakhir yang hampir tiap hari dapat berbuka puasa bersama keluarga. Bagaimana jika di Ramadan berikutnya sudah berbuka puasa dengan keluarga yang baru dengan ukuran yang lebih kecil. Namun semua itu adalah konsekuensi dari hidup. Tidak ada manusia yang tidak melewati proses jika ingin mencapai ke tahap selanjutnya. Semua harus dihadapi, bukan ditunda dan mengkhawatirkan mengenai kesiapan.

Baca juga:  Cintailah Tiap Detiknya Layaknya Ini Ramadhan Terakhir

Namun, semua tetap Allah yang menentukan. Manusia hanya dapat berharap, meminta, serta berdo’a. Pada akhirnya Allah yang memberi jawaban. Jawaban itu dapat jelas pada apa yang diharapkan, atau meminta kita untuk membaca pertanda semesta yang dikirim Allah untuk mengantar kita pada jawaban tersebut. Satu hal yang perlu diyakini bahwa tak ada satu hal pun yang kebetulan di dunia ini, tiap hal terkecil dalam hidup manusia sudah diatur sedemikian rupa oleh yang membuat hidup.

Aku menyambut Ramadan tahun ini dengan hal yang sederhana saja. Ketika maghrib di penghujung bulan Sya’ban, aku melangkah ke balkon dan menghirup udara sore yang sejuk. Ada semilir menenangkan dan getaran lembut dibawa angin suara-suara Shalawat menyanjung baginda Rasulullah SAW yang diserukan dari menara-menara mesjid. Tiap detail itu hanya membisiki satu hal, yaitu Ramadan telah datang, bulan keagungan telah tiba. Marhaban ya Ramadan. Semoga dapat menggali kebaikan dan ridho Allah lebih optimal di tahun ini, dan semoga dipertemukan lagi dengan Ramadan berikutnya bersama penyempurna iman.(DPM)