Tulisan ini dibuat saat saya masih duduk di bangku SMA sekitar di tahun 2006. Apa yang ada di sini mungkin sudah jauh berbeda dengan situasi saat ini, tapi ini jalan berfikir saya di masa itu
Saya sekarang berada di kelas 12 atau kelas terakhir pada jenjang sekolah menengah atas. Ya benar kelas 12. Saya tidak salah tulis dalam hal itu. Sebenarnya adalah suatu perubahan yang tidak berguna sama sekali. Hanya perubahan dari nama kelas 3 menjadi kelas 12 saja. Malah akan membuat semakin aneh karena masuk di sekolah baru yaitu SMA, lah kok tahu-tahu langsung kelas 10 yang sebelumnya tidak pernah mendapatkan kelas 9.
Kira-kira terhitung dari sekarang, waktu belajar efektif untuk kami yang sekarang ada pada kelas 12 tinggal 7 bulan lagi belajar efektif. Jika diamati sekilas, waktu tujuh bulan merupakan waktu yang cukup lama. Tapi jika dijalani dengan kondisi yang sekarang ada pada kelas 12, waktu itu adalah waktu yang sangatlah cepat. Malah saya tidak percaya sendiri kalau sebentar lagi saya akan meninggalkan SMA ini dan insyaallah akan masuk ke universitas.
Desas-desus dari guru, pada sistem kurikulum baru ini ujian nasional akan diadakan pada mata pelajaran utama lagi. Tidak seperti kemarin yang hanya tiga pelajaran yaitu bahasa inggris, bahasa indonesia, dan matematika (untuk IPA) atau Ekonomi (untuk IPS). Tapi untuk kurikulum sekarang ini yaitu bisa terdiri dari 6 pelajaran lagi. Misalnya untuk jurusan IPS akan terdiri dari Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ekonomi, Sosiologi, Sejarah, dan Geografi. Ini semua masih sekedar issu sih katanya, tapi yang pasti ujian nasional itu akan tetap ada entah berapa pelajaran yang akan diujikan.
Sepengatahuan saya, jika benar-benar terjadi mata pelajaran yang diujikan sebanyak enam pelajaran itu, maka ini berarti kembali ke sistem kurikulum dulu yaitu sekitar tahun 1994. Ah benar-benar perubahan yang sia-sia.
O.k kita akhiri pembahasan mengenai mata pelajaran dan sistem kurikulum yang aneh itu karena sudah banyak kita bahas pada artikel saya sebelumnya. Saya sebenarnya sih maklum, karena negara kita yang tercinta ini adalah sebuah negara yang sedang berkembang dan masih banyak perlu belajar, jadi perubahan-perubahaan yang tidak masuk akal itu pasti masih akan sering terjadi.
Sekarang saya akan memberikan beberapa pendapat dari pengamatan yang saya lakukan di lapangan.
Sesungguhnya sistem uan itu baik untuk dilakukan, karena dengan adanya uan pemerintah dan masyarakat luas dapat mengetahui seberapa tinggi tingkat pendidikan nasional kita sekarang ini. Dengan standar mutu yang dinilai oleh angka terdndah itu, maka akan dapat dibandingkan standar ketuntasan antar negara. Misalnya yang saya tahu dari beberapa informasi, Malaysia yang merupakan negara tetangga kita yang pada awalnya mengimport guru dari Indonesia, mereka sudah menggunakan standar kira-kira 7 untuk standard minimal. Sedangkan negara kita sampai sekarang masih menggunakan standar 4,26 yang sekarang katanya akan dinaikan hanya sekitar 5 saja. Sungguh perbandingan yang sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan negara tetangga kita.
Tapi sejauh yang saya tahu, pelaksanaan uan itu sendiri tidak dapat dijadikan patokan seberapa standar pendidikan negara kita sekarang. Karena terdapat banyak kebocoran soal di mana-mana, terjadi banyak kesalahan teknis entah itu dari siswa dengan salah pakai pensil, atau guru yang salah membagian soal, dan juga cara penilaian mutu seseorang yang hanya dinilai dari sisi akademis atau dari beberapa parameter saja.
Dari kebocoran-kebocoran itu, yang saya tahu bukan hanya siswa saja yang berusaha untuk membuat contekan atau mencari-cari bocoran dari beberapa sumber. Tapi guru-guru sekolah atau bimbel berusaha memberikan bocoran kepada para siswanya. Mungkin jika dikesampingkan motif uang, alasannya adalah faktor kasihan jika melihat anak didiknya tidak lulus, atau ingin sekolahnya naik namanya karena seratus persen siswanya lulus misalnya.
Menurut saya alasan yang terakhir adalah yang paling kuat. Sehingga guru akan melakukan segala macam cara untuk membuat murid-muridnya lulus semuanya. Sehingga akan banyak orang tua murid yang baru akan tertarik untuk memasukkan anaknya ke sekolah itu sebab mereka menganggap mutu sekolah itu sangatlah baik dengan seluruh siswanya lulus. Padahal keberhasilan itu adalah keberhasilan yang semu.
Lalu peninjauan mutu dengan uan ini makin tidak dapat dipercaya setelah saya mendapatkan sebuah informasi bahwa salah satu siswa yang tidak lulus tahun kemarin adalah siswa yang menjuarai olimpade fisika. Benar-benar peristiwa yang mencengangkan bukan!. Siswa yang juara olimpiade fisika bisa tidak lulus dalam uan matematikanya. Ini semakin membulatkan kesimpulan saya tentang uan yang sangat sekali tidak perlu diadakan. Karena potensi setiap manusia itu yang berbeda-beda, sehingga tidak dapat dipatok pada hanya beberapa parameter yang dipukul rata. Serta dengan hasil belajar yang hampir 3 tahun penuh hanya diukur oleh beberapa lembaran kertas dalam waktu tiga hari dan dalam waktu pengerjaan yang sekitar 120 menit. Mungkin saja kan faktor misalnya seorang siswa yang dalam 3 tahun belajarnya di sekolah itu adalah seorang siswa yang cerdas kemudian karena satu dan lain hal ada halangan pada waktu sebelum ia mengerjaan uan itu sehingga konsentrasinya terpecah dan pada akhirnya mendapatkan hasil yang buruk.
Jadi menurut saya yang lebih baik adalah penilaian hasil belajar siswa selama tiga tahun jangan hanya dinilai dari uan yang hanya dilakukan selama tiga hari. Tapi diadakan pengkalkulasian statistik hasil belajarnya selama ia belajar di sekolah itu. Sehingga faktor X ketidaklulusan itu dapat diperhitungkan dan tidak merugikan siswa. Lalu parameter yang digunakan jangan hanya dari nilai-nilai akademis seorang siswa saja, karena mungkin saja nilai-nilai yang didapatkannya itu selama proses belajar tidak murni hasilnya. Sehingga yang perlu diperhatikan adalah sikap dalam belajar dan akhlak siswa tersebut selama tiga tahun. Karena fungsi lembaga pendidikan tidak hanya membentuk sisi intelektuil dari sesorang, tapi juga moralitas dari individu itu.
Pada akhirnya, saya ingin menekankan sekali lagi. Dari beberapa kekurangan dan keutamaan Uan yang sebagian telah saya beberkan di atas, apakah Uan atau Ujian Akhir Nasional masih patut untuk dilaksanakan?. Sebenarnya keputusan itu kita tidak dapat menentukannya, karena semua itu berada ditangan pemerintah dan kita hanya dapat memberi usul dan bersuara apa yang terpecik dalam benak kita semua.
Jayalah terus ilmu pengetahuan Indonesia!
0 Komentar