Tulisan dari saya di hampir dua dekade lalu yang bisa jadi menjadi cikal bakal saya ada di kerja penelitian yang terkait erat dengan dunia pendidikan saat ini. Sejak di bangku SMA, saya ternyata sudah punya minat khusus pada urusan pendidikan. Mungkin karena saya meyakini bahwa pendidikan adalah satu dari sedikit cara untuk individu dapat meningkatkan derajat keluarga serta penghidupan.
Kira-kira lebih dari sebulan yang lalu, saya memulai kembali tahun ajaran baru di tahun terakhir saya pada tingkat pendidikan SMA. Sebelumnya, saya (orang tua tepatnya) harus membayar uang daftar ulang yang besarnya kira-kira Rp 650.000,00. Merupakan jumlah yang cukup besar bagi saya dan keluarga yang hanya hidup ala kadarnya. Terus itu masih ditambah dengan biaya beli buku baru yang setiap tahun selalu berganti-ganti entah itu isinya yang sedikit berubah, ganti penerbit, dan ganti pengarang. Pokoknya untuk setiap tahun ada saja alasan untuk beli buku yang baru sehingga tidak dapat memakai buku yang bekas tahun lalu.
Yang saya tahu, alokasi untuk sektor pendidikan di APBN sudah mencapai 20%. Jadi merupakan jumlah yang cukup besar yaitu seperlima dari seluruh pengeluaran negara. Seharusnya dengan jumlah sebesar itu, sudah dapat memenuhi seluruh fasilitas dan kebutuhan pendidikan dalam hal ini sekolah.
Untuk sekarang ini tahun 2006, pemerintah dalam hal ini departemen pendidikan mencanangkan lagi kurikulum baru yang dinamakan kurikulum standar isi. Yang sebelumnya pada tahun 2004 telah pula menggunakan kurikulum baru yaitu kurikulum berbasis kompetensi. Yang katanya untuk menaikan mutu pendidikan nasional. Tapi nyatanya yang katanya kurikulum baru akan diganti untuk setiap sepuluh tahun sekali, baru berjalan dua tahun sudah diganti lagi dengan kurikulum standar isi itu. Entah apa perbedaannya dari kedua kurikulum itu. Yang saya tahu adalah materi atau bab-bab dalam buku pelajaran diacak-acak lagi, diputar-putar ada yang diletakan pada kelas sepuluh, sebelas, dan kelas dua belas. Malah yang mencolok sekali yaitu materi belajar word dan excel pada pelajaran teknologi informasi dan komunikasi (TIK), untuk kurikulum baru ini diletakan pada kelas tiga yang padahal untuk kurikulum KBK sebelumnya diletakan pada kelas sepuluh. Lalu materi belajar jaringan atau networking dan internet yang sebelumnya dipelajari pada kelas dua belas, sekarang pada kurikulum standar isi dipelajari pada kelas sepuluh.
Yang dapat saya simpulkan dari berganti-gantinya kurikulum tersebut, adalah kewajiban murid untuk membeli buku pelajaran baru yang akan sangat berbeda sekali dengan buku yang baru saja dipakai tahun lalu. Sehingga tidak dapat menghemat dengan hanya membeli buku bekas atau pinjam buku kakak kelas.
Lalu biaya untuk bulanan sekolah sekarang ini (sma terutama) sangatlah memberatkan bagi yang tingkat ekonominya menengah ke bawah. Bayangkan saja, satu semester jika dikalkulasi dari bulanan yang hampir 200.000,00 hampir 1.200.000,00. Sungguh biaya yang tidak kecil bukan?. Kalau menurut saya, hal ini akan menyebabkan budaya korupsi di negeri ini semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak!, bagi para calon tenaga kerja yang misalnya akan masuk ke birokrasi pegawai negeri. Mereka akan melakukan segala cara bahkan dengan korupsi untuk menutupi semua biaya yang sudah mereka keluarkan selama sekolah sampai kuliah jika ia.
Kemudian di bagian ini, saya akan memberikan beberapa solusi yang mungkin dapat menolong sistem pendidikan kita yang sekarang ini. Walaupun saya bukan seorang akedemisi, tapi saya adalah objek yang ada dalam sistem pendidikan itu sendiri.
Mengenai sistem sekolah, Sebaiknya untuk slogan wajib belajar 9 tahun itu tetap dilaksanakan. Tapi lama belajar itu yang harus dibenahi. Maksud saya adalah tetap belajar sampai SMA, tapi waktunya dikurangi menjadi hanya sembilan tahun tidak dua belas tahun. Yaitu dengan memangkas 1 tahun pada setiap jenjang pendidikan. Sehingga SD hanya tinggal menjadi 5 tahun, SMP hanya tinggal menjadi 2 tahun, dan SMA tinggal menjadi 2 tahun. Karena menurut yang sudah saya alami, banyak sekali materi-materi yang hanya diulang-ulang yang pada kelas sebelumnya sudah dipelajari, pada kelas berikutnya ada sebagian yang dipelajari lagi. Jadi benar-benar waktu yang tidak efisien. Jadi jika pelajaran itu dapat dipadatkan dan tidak diulang-ulang, dapat membuat waktu belajar lebih singkat dan pelajar-pelajar Indonesia dapat bersaing dengan orang luar negeri tidak hanya terlalu lama di bangku sekolahan.
Lalu setiap jenjang sekolah itu tidak perlu diadakan. Maksud saya dalah sd, smp, dan sma itu digabung saja dalam satu jenjang. Sehingga tidak perlu memberatkan orang tua murid lagi dengan setiap ganti sekolah harus membayar uang gedung lagi. Tapi bila uang gedung itu dihapuskan, maka sistem yang sebelumnya tidak masalah.
Lalu sebaiknya untuk sekolah kejuruan lebih diperbanyak. Karena dengan sekolah kejuruan itu dapat menciptakan tenaga yang siap kerja tanpa perlu kuliah lagi yang membutuhkan biaya besar. Karena dalam bekerja adalah keterampilan yang profesional yang dibutuhkan, bukannya ijazah yang untuk sekarang ini dapat dibeli dengan mudah.
Soal seragam itu memang harus tetap perlu untuk diadakan, karena dengan seragam itu tidak menyebabkan timbulnya kesenjangan sosial antar pelajar. Lalu untuk sekolah yang gratis, sebaiknya tidak diperlakukan untuk semua pelajar. Karena hanya untuk pelajar yang tidak mampu sajalah hal itu patut untuk dilakukan. Untuk melihat bahwa siswa tersebut tidak mampu, tidak perlu diadakan survey ke rumah langsung. Karena hal tersebut hanya akan membuang-buang waktu dan biaya. Yang diperlukan hanyalah kesadaran dari masing-masing individu. Yaitu dengan masing-masing yang merasa membutuhkan silakan mendaftar untuk mengajukan permohonan tersebut. Di sini dituntut moralitas dari tiap-tiap orang maka apabila ia ternyata orang yang mampu tetap meminta kompensasi, ia akan merasa malu sendiri dengan perbuatannya itu.
Sekarang untuk masalah buku. Buat saya, masalah buku yang selalu berganti-ganti setiap tahun itu tidak apa-apa. Tapi sebaiknya pemerintah menanggulanginya dengan menyediakan buku-buku diperpustakaan yaitu buku yang benar-benar dipakai dalam proses belajar mengajar. Tidak hanya buku-buku lama yang ketinggalan zaman. Buku-buku baru yang keluar sebaiknya langsung dibeli pemerintah dan disediakan di perpustakaan untuk dapat dipinjam oleh siswa. Dengan begini maka proses belajar siswa tidak terganggu dengan ketidak adaan buku bagi yang tidak mampu membeli, dan bagi percetakan buku juga tidak rugi karena buku yang keluar tetap dibeli yang sekarang dibeli oleh pemerintah langsung.
Insyaallah dengan semua solusi itu maka seluruh pemuda di negeri ini akan lulus semua dari sma minimal karena hanya berpendidikan selama sembilan tahun. Sehingga tidak terlalu lama dan membung-buang waktu di sekolah yang nantinya malah akan membuat hal-hal yang negatif. Yang tercermin dengan semakin malasnya pelajar saat ini karena pelajaran yang mereka anggap hanya itu-itu saja dan tidak menantang. Lalu sekarang sekolah yang identik dengan ajang untuk berpacaran yang semua itu terjadi karena terlalu banyaknya waktu senggang pada jam-jam belajar. Maka jika waktu itu dapat dipadatkan, mungkin dapat meningkatkan mutu pendidikan dan mengatasi semua itu. Malah pemuda-pemuda kita akan menjadi tanaga yang siap kerja pada usia yang muda sehingga tidak ketinggalan dari negara lain.
Yang saya anjurkan juga dalah untuk kuliah kalau bisa sih gratis juga, tapi kalau tidak ya tidak apa-apa juga. Karena dengan sudah lulus SMK pun sudah mencukupi bekal ilmunya untuk kerja yang cukup layak.
Lalu terakhir yang dapat saya tekankan di sini adalah. Jika sekolah masih bayar dengan mahal, maka moral siswa yang sering melawan dengan guru dan pihak sekolah sekarang ini akan tetap terus terjadi. Karena mereka merasa bahwa mereka membayar di sini dan guru-guru adalah mereka yang menggaji. Sehingga para guru pun tidak akan sampai hati untuk mengeluarkan murid dengan tegas jika seorang murid melakukan pelanggaran. Mereka akan berfikir juga jika mereka tidak mempunyai murid, maka siapa yang akan membayar mereka?.
Pada akhirnya slogan “Wajib belajar sembilan tahun adalah hak anak-anak Indonesia”, akan dapat diubah menjadi “Pemerintah wajib memberikan pendidikan sembilan tahun kepada anak-anak Indonesia yang sudah merupakan haknya!”.
Untuk sementara hanya itu solusi yang dapat saya berikan kepada pemerintah. Saya tidak tahu dengan blog ini apakah ada yang membaca atau malah pemerintah akan membaca dan menanggapinya. Moga-moga aja sih, Pak SBY baca dan mau nolongin kita-kita ya!, amin…. Ini semua hanya berasal dari suara hati seorang pelajar yang peduli dengan nasib bangsanya yang sedang berkembang sekarang ini.
Slogan dari saya adalah, “Jangan takut pada guru jika sekolah masih memungut bayaran!” Merdeka! ! !.
Wa salam,
From Dimas Prasetyo
0 Komentar